Panduan & Cara
Perhitungan PPh Pasal 21
Cara hitung Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan PTKP terbaru
dapat dilakukan secara otomatis dan akurat dengan OnlinePajak.
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak
yang dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai,
penerima pesangon dan lain sebagainya.
Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak
(PER) Nomor PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah
sebagai berikut:
1. Penerima penghasilan kena pajak, antara lain:
·
Pegawai tetap
·
Penerima pensiun berkala
·
Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan
melewati Rp 4.500.000
Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016
Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang sifatnya berkesinambungan.
2. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000
per hari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima
upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp
4.500.000.
3. 50% dari
penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam
PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima
penghasilan selain penerima penghasilan, sebagaimana yang dimaksud dalam tiga
poin di atas.
Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21
juga didasarkan atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Artinya, pengenaan PPh tidak secara mentah diterapkan sesuai
tarif, melainkan dikurangi PTKP terlebih dahulu. Anda dapat menemukan tarif
PTKP yang berlaku di bawah ini.
Perhitungan PPh 21 dengan PTKP Terbaru
Perhitungan PPh 21 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Saat ini, hukum terbaru yang
mendasari tentang PTKP adalah Undang-Udang Harmonisasi Perpajakan No. 7 Tahun
2021 pada bab III pasal 7. Berikut ini adalah besaran PTKP terbaru yang berlaku:
·
Bagi wajib pajak orang pribadi sebesar
Rp54.000.000
·
Bagi wajib pajak yang kawin memperoleh tambahan
sebesar Rp4.500.000
·
PTKP bagi istri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami, sebesar Rp54.000.000
·
Bila ada tambahan, maksimal 3 orang untuk
tanggungan keluarga sedarah dalam satu garis keturunan, semenda, atau anak
angkat, sebesar Rp4.500.000.
Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah adalah orang
tua kandung, saudara kandung, dan anak. Sedangkan keluarga semenda adalah
mertua, anak tiri, dan ipar.
Selain adanya penyesuaian pada tarif PTKP, terdapat
perubahan pada tarif progresif yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena
pajak (PKP). Berikut ini adalah besaran tarif progresif yang berlaku.
Tarif 5% dikenakan untuk PKP hingga Rp60 juta
Tarif 15% dikenakan pada PKP dari Rp60 juta sampai dengan
Rp250 juta.
Tarif 25% dikenakan pada PKP dari Rp250 juta sampai dengan
Rp500 juta.
Tarif 30% dikenakan pada PKP dari Rp500 juta hingga Rp5
miliar.
Tarif 35% dikenakan pada PKP di atas Rp5 miliar.
Dengan berlakunya UU HPP, tarif PTKP yang ditetapkan oleh
DJP telah mengalami perubahan. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai PTKP
terbaru, klik di sini.
Sebelum kita lanjut membahas cara menghitung PPh 21 secara
manual, Anda yang tidak mau ambil pusing saat menghitung pajak dapat
menggunakan fitur hitung otomatis milik OnlinePajak.
Penghasilan yang Dikenakan Pajak
Dengan penyesuaian tarif progresif terbaru, maka ada
beberapa perubahan terhadap besaran penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21.
Perubahan tarif progresif tidak menambah pajak penghasilan
bagi orang pribadi yang berpenghasilan sampai dengan Rp5 miliar per tahun.
Wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan sampai dengan
Rp4.5 juta tidak perlu membayar PPh sama sekali.
Maka, wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan di bawah
Rp4.5 juta, baik itu merupakan gaji UMR atau di bawah UMR, tidak perlu membayar
PPh sama sekali.
Contoh menghitung pajak penghasilan orang pribadi dengan
penghasilan Rp4.5 juta tiap bulannya dengan tanggungan TK/0.
Penghasilan per bulan= Rp4.5 juta
Penghasilan per tahun= Rp4.5 juta x 12 bulan= Rp54 juta
Penghasilan per tahun – PTKP= Rp54 juta – Rp54 juta= 0
Berdasarkan penghitungan ini, orang pribadi dengan gaji
sampai dengan Rp4.5 juta tidak memiliki PPh terutang sehingga tidak perlu
membayar pajak.
Persentase Potongan PPh 21
Untuk menemukan besaran persentase potongan PPh 21 karyawan,
terlebih dahulu menghitung penghasilan kena pajak yang didapatkan selama
setahun, kemudian menguranginya dengan PTKP dan mengkalikannya dengan tarif
progresif. Jika sudah ditemukan besaran PPh terutang selama setahun, baru
dibagi 12 bulan atau sesuai jumlah bulan aktif karyawan bekerja di perusahaan
tersebu
Contoh penghitungan akan dibahas pada paragraf selanjutnya.
Ragam Metode Perhitungan Gaji Karyawan
Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun
pada praktiknya, setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri
yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima
karyawannya.
Ada 3 metode perhitungan PPh 21 yang paling umum, yaitu:
1. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima
penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji
pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.
Misalnya, Ada seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji
bulanan senilai Rp 10.000.000, maka perhitungannya sebagai berikut:
Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun –
PTKP (TK/0) Rp.54.000.000,-
= 66.000.000,-
Tarif PPh: 15%
PPh 21 (yang ditanggung sendiri): Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan
Gaji bersih (take home pay): Rp 9.175.000
2. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima
penghasilan yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu)
sebesar pajak yang dipotong.
Misalnya, Ada seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji
bulanan senilai Rp 10.000.000, maka perhitungannya:
Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun –
PTKP (TK/0) Rp.54.000.000,-
= 66.000.000,-
Tarif PPh: 15%
Tunjangan pajak (dari perusahaan): Rp 9.900.000/tahun atau
Rp 825.000/bulan
Total gaji bruto: 10.825.000
Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
3. Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung
Perusahaan)
Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima
penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung
perusahaan.
Misalnya jika Ada seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima
gaji bulanan sejumlah Rp 10.000.000, maka: perhitungannya:
Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
Total gaji bruto: Rp 10.000.000
Tarif PPh 21: 15%
Pajak yang ditanggung perusahaan: Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan
Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tetap
Sebelum menghitung PPh 21 untuk karyawan tetap, ada baiknya
untuk memahami pengertiannya.
Dikutip dari situs DJP, karyawan tetap adalah karyawan yang
menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang
berstatus kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yang menerima
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk
karyawan atau pegawai tetap dengan memperhitungkan PTKP.
Perhitungan yang dilakukan secara manual maupun perhitungan
otomatis menggunakan aplikasi.
Tanpa panjang lebar lagi, mari kita lihat contoh cara
penghitungan PPh Pasal 21 secara manual:
Ani adalah karyawati pada perusahaan PT. Mutara Berlian
dengan status menikah dan mempunyai tiga anak.
Suami Ani merupakan pegawai negeri sipil . Ani menerima gaji
Rp 6.000.000 per bulan.
PT. Mutiara Berlian Komunika mengikuti program pensiun dan
BPJS Kesehatan.
Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS
Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 60.000 per
bulan.
Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua
(JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar
iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian
(JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan
0,3% dari gaji.
Pada bulan Juli 2020, di samping menerima pembayaran gaji,
Sita juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Gaji Pokok 6.000.000
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada) 2.000.000
(ii) JKK 0,24% 14.400
JK 0,3% 18.000
Penghasilan Bruto
8.032.400
Pengurangan:
1. (iii) Biaya jabatan 5% x 8.032.400 401.620
2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 120.000
3. (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok 60.000
(581.620)
Penghasilan neto (bersih) sebulan 7.450.780
(v) Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.780 89.409.360
(vi) PTKP 54.000.000
(54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun 35.409.360
(vii) Pembulatan ke bawah
35.409.000
PPh Terutang 5% x 35.409.000
1.770.450
PPh Pasal 21 Bulan Juli: 1.770.450/Tahun 147.538/Bulan
Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki
NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Juli menjadi Rp 147.538
x 120% = Rp 177.046.
Penjelasan:
(i) Tunjangan lainnya seperti tunjangan transportasi, uang
lembur, akomodasi, komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya
tunjangan tersebut dapat diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari
kebijakan perusahaan itu sendiri.
(ii) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara
0.24% – 1.74% sesuai kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007.
Di OnlinePajak, tarif iuran JPP yang diterapkan adalah tarif
JKK yang paling umum dipakai perusahaan-perusahaan yaitu 0.24%.
(iii) Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto,
setinggi-tingginya Rp 500.000 sebulan, atau Rp 6.000.000 setahun
(iv) Jaminan atau Iuran Pensiun ditentukan oleh lembaga
keuangan yang pendiriannya disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan
ditunjuk oleh perusahaan.
Jumlah persentase yang diterapkan di sini adalah 1%.
(v) Penghasilan Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama
(lebih dari satu tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari
tahun itu, maka penghasilan neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai
penghasilan neto setahun.
Namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja
pada bulan Mei (sekadar contoh), maka penghasilan neto setahun dikalikan 8
(diperoleh dari penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8 bulan).
Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru
yang mulai bekerja pada bulan Januari.
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi untuk
mengurangi penghasilan bruto, agar diperoleh nilai Penghasilan Kena Pajak yang
akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan milik wajib pajak.
Pada contoh ini WP sudah menikah dan memiliki tiga
tanggungan anak, namun karena suami WP menerima atau memperoleh penghasilan,
besarnya PTKP WP Ani adalah PTKP untuk dirinya sendiri (TK/0).
(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah
hingga nominal ribuan penuh, atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah
0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi 56.901.000.
Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak
Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang
menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah
dengan memperlakukan tunjangan pajak sebagai penghasilan pegawai dan
ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.
Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang
menerima tunjangan pajak adalah sebagai berikut:
Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Tidak
Berkesinambungan
Sebelum memulai perhitungan, mari kita pahami lebih dulu apa
yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan.
Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak
berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak
tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan jasa yang
dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Berikut ini adalah cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal
21 pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan:
Adi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT.
Cahaya Abadi dengan penghasilan Rp 5.000.000.
Besarnya PPh 21 yang terutang adalah:
5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 125.000.
Bila Adi tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang
terutang adalah:
120% x 5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 150.000.
Penjelasan:
Karena Adi bukan pegawai tetap di PT. Cahaya Abadi, maka PKP
yang dikenakan sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto.
Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf
c. Sedangkan tarif PPh Pasal 21 untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp
50.000.000 adalah 5%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar